Pages

Minggu, 06 Oktober 2013

Sumber Hukum Islam


Pengertian Sumber Hukum Islam
            Pengertian sumber hukum ialah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat,yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.Disamping itu terdapat beberapa bidang kajian yang erat berkaitan dengan sumber hukum islam yaitu : ijma’, ijtihad, istishab, istislah, istihsun, maslahat mursalah, qiyas,ray’yu, dan ‘urf.


Macam-Macam Sumber Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa, Sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu; al Quran, Sunnah, dan al Rayu ( akal ).
A. Al Quran Sebagai Sumber Hukum Islam
1. Pengertian Al Quran
Secara etimologis al Quran adalah bentuk masdhar dari kata qa-ra-a ( ), sewazan dengan kata fulan ( ) yang artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya, atau melihat dan menelaah. Dalam pemgertian ini, berarti , yaitu isim maful (ob- yek) dari . hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al Qiyamah (75) : 17-18.
Quran juga sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, bila dilafazkan dengan menggunakan alif-lam yang berarti juga “keseluruhan apa yang dimaksud dengan Quran” (QS ( ) : 9). Al Quran juga disebut al Kitab dalam surat al Baqarah ayat 2.
2. Fungsi dan Tujuan Turunnya al Qur`an
Fungsi turunnya al Qur`an :
1. Sebagai petunjuk ( hudan ) bagi umat manusia.
2. Sebagai rahmat atau keberuntungan dari Allah dalam bentuk kasih sayang-Nya untuk umat manusia.
3. Sebagai pembeda ( furqon ) antara yang baik dan buruk, halal haram, salah benar, dan sebagainya.
4. Sebagai pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam kehidupan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
5. Sebagai berita gembira ( busyro) bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan semua manusia.
6. Sebagai penjelasan ( tibyan ) atau yang menjelaskan ( mubin ) terhadap sesuatu yang disampaikan Allah.
7. Sebagai pembenar ( mushaddiq ) terhadap kitab yang sebelumnya ( Taurat, Zabur, Injil ) sebelum adanya perubahan terhadap isi kitab tersebut.
8. Sebagai cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia menuju jalan keselamatan.
9. Sebagai tafsil, yaitu memberi penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai yang dikehendaki Allah.
10.Sebagai syifau al shudur, yaitu obat rtohani yang sakit.
11.Sebagai hakim, yaitu sumber kebijaksanaan.
Al Qur`an diturunkan secara berangsur-angsur. Maksud diturunkan secara berangsur-angsur yaitu :
1. Sebagai tatsbital fu`ad ( kemantapan hati )
Yaitu ketenangan dan kepuasan rohani dalam menerima dan menjalankan alQur`an bagi Nabi maupun bagi umatnya. Bagi Nabi yaitu seringnya Nabi berkomunikasi langsung dengan Tuhan. Bagi umatnya yaitu bahwa hukum Allah yang terkandung dalam al Qur`an merupakan revolusi budaya sehingga mungkin lebih baik bila dilakukan secara berangsur-angsur. Selain itu, beban hukum yang ada dalam al Qur`an dapat dilaksanakan tidak dengan sekaligus yang dapat mmenimbulkan masalah social dan keagamaan.
2. Untuk adanya tartil ( membaca dengan baik dan indah )
Karena al Qur`an turun pada kaum yang umumnya ummi atau but abaca tulis. Allah menghendaki ayat-ayat al Qur`an dapat dihafal oleh umat dengan baik secara menyeluruh sehingga otentisitas al Qur`an terjamin.
B. Sunnah Sebagai Sumber Hukum dan Dalil
a. Pengertian Sunnah
Secara etimologi sunnah berarti cara yang biasa dilakukan, baik cara itu baik atau buruk.
Menurut para ulama Islam mengutip dari al Qur`an, sunnah berarti cara yang biasa dilakukan dalam pengamalan agama.
Menurut ulama ushul, sunnah adalah “ apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi ”.
Menurut ulama fiqh, sunnah adalah “ sifat hukum bagi suatu perbuatan yang dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti dengan pengertian diberi pahalaorang yang melakukannyadan tidak berdosa orang yang tidak melakukannyaUlama fiqh menempatkan sunnah sebagai salah satu dari hukum syara` yang lima. Berarti sunnah adalah “hukum” bukan “suimber hukum”.
Kata “sunnah” identik dengan “hadits” , yaitu sama-sama dari Nabi Muhammad SAW. Menurut para, hadits lebih banyak mengarah kepada ucapan Nabi, sedangkan sunnah lebih banyak mengarah kepada perbuatandan tindakan Nabi yang sudah menjadi tradisi yang hidup dalam pengalaman agama.
b. Macam-Macam Sunnah :
1. Sunnah Qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan disampaikannya kepada kepada orang lain. Namun ucapan Nabi ini bukan wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al Qur`an yang sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara, antara lain :
a. Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi dan menyuruh orang lain untuk menghafal dan menuliskannya serta mengurutkannya sesuai petunjuk Allah. Sedangkan sunnah tidak, bahkan Nabi melarang menuliskannya karena khawatir tercampur dengan al Qur`an.
b. Penukilan alQur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan sunnah pada umumnya diriwayatkan secara perorangan.
c. Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti sesuai dengan teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi. Sedangkan sunnah dinukilkan secara ma`nawi ( disampaikan dengan redaksi dan ibarat yang berbeda walau maksudnya sama ).
d. Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona / mu`jizat, sedangkan bila sunnah tidak.
2. Sunnah Fi`liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang laindengan ucapannya.
Para ulama membagi perbuatan Nabi ke dalam tiga bentuk :
a. Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama berbeda pendapat tentang keteladanannya bagi umat, ada yang berpendapat bahwa perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya hukum untuk diikuti dan ada yang berpendapat tidak mempunyai daya hukum untuk diikuti.
b. PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa perbuatan tersebut khusus untuk Nabi.
c. Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan penjelasan hukum.
Perbuatan Nabi yang diketahui merupakan penjelasan hukum untuk umat edan menjadi dalil hukum yang harus diikuti oleh umat.
3. Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi dibedakan pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui perbuata itu pernah dibenci dan dilarang ileh Nabi. Diamnya Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak boleh dilakukan atau boleh dilakukan ( pencabutan larangan ).
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itusebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi menunjukan hukumnya adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk diperbuat ).
c. Fungsi Sunnah
   Fungsi utama Sunnah adalah sebagai penjelas al Qur`an. Dengan demikian, bila al- Qur`an disebut sumber asli hukum fiqh, maka Sunnah disebut sebagai bayanni ( penjelas ). Oleh karena itu, Sunnah menjalankan fungsi sebagai berikut :
  1. Menguatkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tersebut dalam al Qur`an (ta`qid dan taqrir)
  2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al Qur`an.
  3. Menetapkan suatu hukum dalam sunnahyang tidak ada dalam al Qur`an ( itsbat dan insya` )

C. Ra`yu ( Nalar ) sebagai Dalil Hukum
1. Pengertian
Ra`yu artinya melihat. Obyek yang dilihat bisa konkrit maupun abstrak. Yang dimaksud ra`yu dalam pembahasan ini adalah memikirkan, hasil pemikiran atau rasio.
2. BatasPenggunaan Ra`yu
Ra`yu dapat digunakan dalam dua hal, yaitu :
1. Dalam hal yang tidak ada hukumnya sama sekali.
2. Dalam hal yang sudah diatur dalam nash tetapi penunjukannnya terhadap hukum tidak secara pasti.
3. Penggunaan Ra`yu sebagai Dalil Hukum Fiqh
Bentuk penggunaan ra`yu diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dilihat dari segi orang yang menggunakannya, dibagi dua :
a. Penggunaan ra`yu secara kolektif atau ijtihad jama`i, yaitu hukum yang ditetapkan didasarkan pada hal penalaran yang sama.
b. Penggunaan ra`yu secara perorangan ( ijtihad fardi ), yaitu apa yang dicapaioleh seseorang mujtahid tentang hukum suatu masalah belum tentu sama dengan apa yang dapat dicapai oleh mujtahid lain mengenai masalah yang sama.
Dari dua cara penggunaan ra`yu diatas, yang terkuat dari segi kebenaran atau terhindar dari kesalahan adalah ijtihad jama`i. Cara penggunaan ijtihad jama`i disebut juga ijma`.
2. Dilihat dari segi ada tidaknya dasar rujukan ra`yu itu kepada nash al Qur`an atau Sunnah :
a. Ra`yu yang merujuk pada nash Qur`an dan Sunnah.
b. Ra`yu yang tidak merujuk pada nash Qur`an dan Sunnah
Yang terkuat dari segi pencapaian kebenaran dan terhindar dari kesalahan adalah ra`yu yang merujuk pada nash al Qur`an dan Sunnah. Penggunaan ra`yu ini disebut qiyas.
Ijma dan qiyas disepakati ulama sebagi dalil yang kuat dalam penemuan hukum fiqh dalam al Qur`an dan Sunnah yang tidak menjelaskan hukumnya secara pasti.

Sumber : http://haryono10182.wordpress.com/sumber-hukum-islam/

0 komentar:

Posting Komentar